Rabu, 03 Oktober 2012

PR Admin

 1.4 
AGRESI MILLITER BELANDA II


Agresi Militer Belanda II atau Operasi Gagak terjadi pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya ibu kota negara ini menyebabkan dibentuknya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara.

Serangan ke Maguwo

Tanggal 18 Desember 1948 pukul 23.30, siaran radio dari Jakarta menyebutkan, bahwa besok paginya Wakil Tinggi Mahkota Belanda, Dr. Beel, akan mengucapkan pidato yang penting. Sementara itu Jenderal Spoor yang telah berbulan-bulan mempersiapkan rencana pemusnahan TNI memberikan instruksi kepada seluruh tentara Belanda di Jawa dan Sumatera untuk memulai penyerangan terhadap kubu Republik. Operasi tersebut dinamakan "Operasi Kraai."

Pukul 2.00 pagi 1e para-compgnie (pasukan para I) KST di Andir memperoleh parasut mereka dan memulai memuat keenambelas pesawat transportasi, dan pukul 3.30 dilakukan briefing terakhir. Pukul 3.45 Mayor Jenderal Engles tiba di bandar udara Andir, diikuti oleh Jenderal Spoor 15 menit kemudian. Dia melakukan inspeksi dan mengucapkan pidato singkat. Pukul 4.20 pasukan elit KST di bawah pimpinan Kapten Eekhout naik ke pesawat dan pukul 4.30 pesawat Dakota pertama tinggal landas. Rute penerbangan ke arah timur menuju Maguwo diambil melalui Lautan Hindia. Pukul 6.25 mereka menerima berita dari para pilot pesawat pemburu, bahwa zona penerjunan telah dapat dipergunakan. Pukul 6.45 pasukan para mulai diterjunkan di Maguwo.

Seiring dengan penyerangan terhadap bandar udara Maguwo, pagi hari tanggal 19 Desember 1948, WTM Beel berpidato di radio dan menyatakan, bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan Persetujuan Renville. Penyerbuan terhadap semua wilayah Republik di Jawa dan Sumatera, termasuk serangan terhadap Ibukota RI, Yogyakarta, yang kemudian dikenal sebagai Agresi Militer Belanda II telah dimulai. Belanda konsisten dengan menamakan agresi militer ini sebagai "Aksi Polisional".

Penyerangan terhadap Ibukota Republik, diawali dengan pemboman atas lapangan terbang Maguwo, di pagi hari. Pukul 05.45 lapangan terbang Maguwo dihujani bom dan tembakan mitraliur oleh 5 pesawat Mustang dan 9 pesawat Kittyhawk. Pertahanan TNI di Maguwo hanya terdiri dari 150 orang pasukan pertahanan pangkalan udara dengan persenjataan yang sangat minim, yaitu beberapa senapan dan satu senapan anti pesawat 12,7. Senjata berat sedang dalam keadaan rusak. Pertahanan pangkalan hanya diperkuat dengan satu kompi TNI bersenjata lengkap. Pukul 06.45, 15 pesawat Dakota menerjunkan pasukan KST Belanda di atas Maguwo. Pertempuran merebut Maguwo hanya berlangsung sekitar 25 menit. Pukul 7.10 bandara Maguwo telah jatuh ke tangan pasukan Kapten Eekhout. Di pihak Republik tercatat 128 tentara tewas, sedangkan di pihak penyerang, tak satu pun jatuh korban.

Sekitar pukul 9.00, seluruh 432 anggota pasukan KST telah mendarat di Maguwo, dan pukul 11.00, seluruh kekuatan Grup Tempur M sebanyak 2.600 orang รข€“termasuk dua batalyon, 1.900 orang, dari Brigade T- beserta persenjataan beratnya di bawah pimpinan Kolonel D.R.A. van Langen telah terkumpul di Maguwo dan mulai bergerak ke Yogyakarta.

Serangan terhadap kota Yogyakarta juga dimulai dengan pemboman serta menerjunkan pasukan payung di kota. Di daerah-daerah lain di Jawa antara lain di Jawa Timur, dilaporkan bahwa penyerangan bahkan telah dilakukan sejak tanggal 18 Desember malam hari. Segera setelah mendengar berita bahwa tentara Belanda telah memulai serangannya, Panglima Besar Soedirman mengeluarkan perintah kilat yang dibacakan di radio tanggal 19 Desember 1948 pukul 08.00.





1.5 
Perang Gerilya Dan Serangan Umum 1 Maret 1949

perjuangan di indonesia dilakukan secara diplomasi dan perang. Salah satu pernag yang ditujukkan dalam perjuangan indonesia untuk mepertahankan kemerdekaan yakni adanya serangan Umum 1 Maret 1949 yang dilakukan di kota Jogjakarta. Dalam melakukan konsolidasi, TNI berhasil dalam  pembentukan kemiliteran. Pada tahun 1949 membuktikan bahwa TNI mampu melakukan serangan balik terhadap Belanda.
Di forum Internasional, serangna Umum 1 Maret 1949 menjadi fakta nyata ahwa TNI Indonesia tidak tidur. TNI Indonesia tetap berjuang, mempersiapkan stratgei – strategi dalam melawan bangsa kolonialisme.
Untuk lebih mehami proses terjadinya Serangan Umum 1 Maret 1949, maka kita susun terjadinya serangan Umum 1 Maret tersebut ....
Latar Belakang
Hal yang melatarbelakangi terjadinya serangan Umum 1 Maret ini karena adanya serangan Agresi Militer yang dilakukan oleh pihak Belanda. Setelah serangan Agresi militer ke II yang dilakukan oleh Belanda, kondisi dari rakyat Inodnesia sangat memprihatinkan. Khususnya di Kota Jogjakarta. Dalam bidang ekonomi sendiri sudah sangat kacau salah satunya banyak rakyat yang kelaparan. Apabila dari segi ekonomi sangat kacau, maka dari segi politik dan sosial juga akan ikut kacau.
Pada tanggal 21 Januari 1949, perdana mentri India Pandit Jawaharlal Nehru membuka sidang konferensi Asia Kedua di New Delhi. 19 negara Asia mengirimkan utusan ke konferensi itu, teramsuk Australia. Dalam pidato pembukaannya Perdana Mentri Nehru menguraikan maksud dan tujuan konferensi, yang secara khusus di adakan untuk membicarakan persoalan Indonesia.

Pada hari kedua konferensi tersebut sudah mengambil suatu resolusi untuk dewan keamanan, yang antara lain menyebutkan :
“Aksi militer Belanda tanggal 19 Desember 1948 di Indonesia, jelas merupakan suatu agresi militer yang berusaha membangkitkan kembali kekuasaan kolonialisme yang seluruhnya bertentangan dengan piagam perserikatan bangsa – bangsa. Apabila hal tersebut dibiarkan berlanjut, perdamaian di Asia Tenggara, Asia dan seluruh Dunia akan terganggu. Oleh sebab itu Konferensi Bangsa – Bangsa Asia di New Delhi menuntut :
a.    Semua pemimpin Republik Indonesia dan tahanan – tahanan politik lainnya harus segera di bebaskan
b.   Pemerintah Republik Indonesia harus diberi kesempatan untuk melakukan tugas – tugas pemerintah, untuk itu :
·         Yogyakarta harus segera di kembalikan kepada republik Indonesia. Kepadanya harus di berikan alat alat komunikasi. Belanda tidak boleh menghalangi, menghambat, dan mengganggu pengembalian itu.
·         Semua daerah yang pada tanggal 18 Desember 1948 merupakan wilayah kekuasaan Republik Indonesia harus di kembalikan sebelum tanggal 15 Maret 1949.
·         Pembatasan pembatasan yang di lakukan Belanda terhadap perdagangan dan pelayaran Republik Indonesia harus di hentikan.

Sebagai penutup konferensi  Asia untuk Indonesia meminta, supaya dewan keamanan memberi pertanggung jawabanya pada sidang Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada tanggal 24 April 1949. 

Pelaksanaan serangan Umum 1 Maret 1949

Sejak pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta berantakan akibat penyerbuan dan penahanan para pemimpin oleh tentara Belanda pemirintahan De Facto sudah berpindah ke Keraton. Sri Sultan Hamengkubuwono IX oleh rakyat dan tentara diakui sebagai pemimpin dan pemegang kekuasaan pemerintahah khususnya di daerah Yogyakarta. Sultan Hamengkubuwono IX memiliki ide. Dimana ide tersebut adalah suatu strategi yang akan dilakukan untuk menyerang Belanda. Sri Sultan akan menggunakan Strategi Gerilya. Mulai 19 Desember 1948, Sri Sultan telah melaksanakan suatu pelatihan kepada TNI.

Sebelumnya, akan diulas mengenai tujuan dari serangan Umum 1 Maret.

Serangan Umum 1 Maret memiliki 2 tujuan yakni :
·         Ke dalam
Untuk meningkatkan semangat rakyat serta TNI yang sedang bergerilya melawan pasukan Belanda dan juga untuk mendukung perjuangan yang dilaksanakan secara diplomasi
·         Ke luar
Untuk menunjukkan kepada dunia bahwa TNI mampu mempertahankan kemerdekaan Indonesia
Adapun sasaran dari serangan Umum 1 Maret ini adalah :
·         Sasaran Politik
Memberikan dukungan moril terhadap perjuangan yang dilaksanakan secara diplomasi
·         Sasaran militer
Bertujuan untuk menunjukkan kepada Belanda bahwa TNI tidak hancur seperti yang dikatakan oleh pihak Belanda.
·         Sasaran Psikologis
Untuk meningkatkan kepercayaan rakyat terhadap TNI, yang mana TNI akan mampu mengusir Belanda
Dengan adanya sasaran dalam penyerangan TNI maka TNI beserta rakyat ingin merebut kembali Yogyakarta yang dikuasai oleh Belanda sejak agresi militer kedua.
Persiapan yang dilakukan menjelang serangan Umum adalah Sri Sultan melakukan perundingan – perundingan terhadap rakyat dan perundingan terhadap kolonel Soeharto. Sri Sultan mempercayai kolonel Soeharto untuk memimpin serangan tersebut. Kemudian diselundupkan pasukan – pasukan untuk masuk ke dalam Kota
Pada tanggal 1 Maret, tepatnya pukul 06.00 pasukan gerilya mulai memasuki kota jogjakarta. Pasukan Belanda tidak mengira akan adanya serangan, maka daldm waktu yang singkat TNI yang pada saat itu dipimpin oleh Kolonel Soeharto mampu mukul mundur pasukan Belanda. TNI tetap mempertahankan pasukan Belanda di dalam Kota agar tidak ada pasukan Belanda yang keluar untuk meminta bantuan terhadap Belanda. Pasukan berhasil menduduki kota Jogjakarta. Pasukan berhasil merebut pabrik amunisi “waatson” dan senjata – senjata ringan serta dapat merebut 1 tank kecil. Keberhasilan tersbut sangat mengejutkan seluruh dunia. Sebelum jam 12.00, kolonel Soeharto berhasil memundurkan pasukkannya di dalam kota. Sempat terjadi serangan dari belanda karena datangnya bantuan dari belanda. Namun serangan tersebut tidak terlalu memakan korban banyak dipihak Indonesia namun dari pihak Belanda sangat banyak menelan korban serta mendapati kerugian yang cukup besar.
Akibatnya, indonesia tidak di ijinkan untuk melakukan serangan selama 2 x 24 jam terhadap Belanda yang sedang melakukan pemindahan pasukan.
Dapat dikatakan serangan UMUM 1 MARET 1949 berjalan dengan lancar




1.6 
Perjanjian Roem-Roijen

 (juga disebut Perjanjian Roem-Van Roijen) adalah sebuah perjanjian antara Indonesia dengan Belanda yang dimulai pada tanggal 14 April 1949 dan akhirnya ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta. Namanya diambil dari kedua pemimpin delegasi, Mohammad Roem dan Herman van Roijen. Maksud pertemuan ini adalah untuk menyelesaikan beberapa masalah mengenai kemerdekaan Indonesia sebelum Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada tahun yang sama. Perjanjian ini sangat alot sehingga memerlukan kehadiran Bung Hatta dari pengasingan di Bangka, juga Sri Sultan Hamengkubuwono IX dari Yogyakarta untuk mempertegas sikap Sri Sultan HB IX terhadap Pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta, dimana Sultan Hamengku Buwono IX mengatakan “Jogjakarta is de Republiek Indonesie” (Yogyakarta adalah Republik Indonesia).[rujukan?]

Kesepakatan

Hasil pertemuan ini adalah:
  • Angkatan bersenjata Indonesia akan menghentikan semua aktivitas gerilya
  • Pemerintah Republik Indonesia akan menghadiri Konferensi Meja Bundar
  • Pemerintah Republik Indonesia dikembalikan ke Yogyakarta
  • Angkatan bersenjata Belanda akan menghentikan semua operasi militer dan membebaskan semua tawanan perang
Pada tanggal 22 Juni, sebuah pertemuan lain diadakan dan menghasilkan keputusan:
  • Kedaulatan akan diserahkan kepada Indonesia secara utuh dan tanpa syarat sesuai perjanjian Renville pada 1948
  • Belanda dan Indonesia akan mendirikan sebuah persekutuan dengan dasar sukarela dan persamaan hak
  • Hindia Belanda akan menyerahkan semua hak, kekuasaan, dan kewajiban kepada Indonesia

Pasca perjanjian

Pada 6 Juli, Sukarno dan Hatta kembali dari pengasingan ke Yogyakarta, ibukota sementara Republik Indonesia. Pada 13 Juli, kabinet Hatta mengesahkan perjanjian Roem-van Roijen dan Sjafruddin Prawiranegara yang menjabat presiden Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dari tanggal 22 Desember 1948 menyerahkan kembali mandatnya kepada Soekarno dan secara resmi mengakhiri keberadaan PDRI pada tanggal 13 Juli 1949.
Pada 3 Agustus, gencatan senjata antara Belanda dan Indonesia dimulai di Jawa (11 Agustus) dan Sumatera (15 Agustus). Konferensi Meja Bundar mencapai persetujuan tentang semua masalah dalam agenda pertemuan, kecuali masalah Papua Belanda


 
 SALAM  ADMIN OR ADMIN Yang Ganteng  

Kepada Dewa Ayu 

Tidak ada komentar: